Selasa, 23 September 2025

Peran Penjaga yang Tidak Terlihat

Aku pernah berpikir bahwa yang menjaga seseorang adalah pagar yang tinggi, kamera pengawas, atau tangan manusia yang menggenggam erat. Tapi ternyata bukan itu, kadang yang paling setia menjaga justru hal yang tidak terlihat mata: doa. Doa itu sunyi. Ia tidak datang dengan suara keras, tidak memaksa untuk didengar. Tapi ia berjalan diam-diam, menyusuri malam-malam panjang, mencari celah langit lalu mengetuk hati Tuhan dengan nama kita.

Doa adalah saat ibuku menyebut namaku dalam sujudnya. Doa adalah suara lirih yang bilang “Ya Allah, cukupkan aku,” di saat aku tidak tahu harus makan pakai apa besok pagi. Doa adalah sesuatu yang tidak pernah kusadari datang, tapi selalu kutemukan hasilnya. Pernah suatu hari, aku hampir menyerah. Rasanya semua pintu tertutup. Tapi entah bagaimana, ada satu jalan kecil yang terbuka pelan. Dan aku tahu...itu bukan karena aku hebat. Tapi karena ada doa yang sampai lebih dulu ke sana.

Kadang aku merasa dunia tidak adil, waktu tidak cukup, dan beban terlalu berat. Tapi setiap kali aku kembali pulih, kembali kuat—aku yakin, itu bukan semata-mata dari diriku. Itu karena ada doa yang berdiri di belakangku. Mendorongku maju. Memapahku saat jatuh. Menemani aku bertumbuh. Doa tidak pernah minta balas. Ia tidak menagih. Tidak marah kalau dilupakan. Tapi tanpanya, kita mungkin tidak akan pernah sampai ke titik ini.

Jadi hari ini, jika ada yang pantas kusebut sebagai penjaga, maka itu bukan hanya ibu, bukan hanya sahabat atau waktu. Tapi doa. Ia penjaga yang tidak pernah tertidur, tidak pernah menuntut, tapi selalu ada...—bahkan saat aku tak pernah menyebutnya lagi. Dan di atas semua itu, ada Yang Maha Mendengar—yang diam-diam mengabulkan doa- doa itu, bahkan saat aku lupa memintanya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lembaran Untuk Rohim

Ibuku hanyalah seorang asisten rumah tangga. Setiap bulan ia menerima gaji enam ratus ribu rupiah. Jumlah itu kecil—bahkan mungkin habis han...